Pixel Codejatimnow.com

Kampus ini Gelar Diskusi Arsitektur Gedung Bersejarah di Surabaya

Editor : Arif Ardianto  Reporter : Farizal Tito
Bedah buku di UK Petra
Bedah buku di UK Petra

jatimnow.com - Program Studi (Prodi) Arsitektur dan Prodi Magister Arsitektur Universitas Kristen (UK) Petra Suraabaya bekerjasama kedutaan Netherlands (Belanda) membedah Buku "H.L.J.M. Estourgie and Son: Architects in Surabaya and Beyond" Jumat (23/11/2018).

Bedah buku yang dikemas dengan diskusi itu menghadirkan dua narasumber, diantaranya  Timoticin Kwanda, penulis buku dan Ir. Handinoto dosen Prodi Arsitektur UK Petra Surabaya.

Timoticin Kwanda mengatakan, proses pembuatan buku awalnya inisiatif dari Dr. Pauline K.M. van Roosmalen dari PKMvR Heritage Research Consultancy, Belanda yang hendak meningkatkan kesadaran tentang seorang arsitek Belanda bernama Henri Louis Joseph Marie Estourgie.

Pauline melakukan studi literatur di Belanda yang kemudian menghasilkan daftar bangunan karya arsitek Estourgie. Kemudian pada tanggal 11-14 Oktober 2017.

"Saat itu kami beserta tim mahasiswa dan dosen dari Arsitektur UK Petra menggelar workshop dan juga studi lapangan untuk mengidentifikasi dan mencatat keadaan bangunan-bangunan tersebut, dengan bantuan dana dari Kedubes Belanda. Hasil akhir dari rangkaian penelitian tersebut adalah buku ini," katanya.

Timoticin juga memaparkan pentingnya melihat keanekaragaman arsitektur untuk memahami suatu kota. Karena di Surabaya terdapat nama arsitek yang dikenal sebagai pendiri bangunan kolonial yang menghiasi kota pahlawan ini. Contohnya Eduard Cuypers, Marius J. Hulswit dan Arthur Fermont.

"Perusahaan konsultan arsitektur mereka banyak mendapatkan proyek di masa pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia. Ketiga tokoh ini lah yang selama ini dianggap paling berkontribusi pada arsitektur Surabaya. Akan tetapi, di antara ratusan bangunan kolonial yang ada, baru sedikit yang teridentifikasi perancangnya oleh masyarakat dan kalangan akademik," jelasnya.

Handinoto mengapresiasi pengerjaan buku ini. Menurutnya Sudah jarang orang menulis tentang bangunan kolonial, padahal saat ini masih banyak bangunan kolonial.

"Masih ada ratusan di Surabaya. Saya senang masih ada orang yang peduli dengan karya arsitektur kolonial Belanda," ujarnya.

Buku Timoticin berisi paparan kronologis perjalanan karir Estourgie dan karya-karyanya. Estourgie sendiri lahir di Amsterdam pada tanggal 17 Desember 1885. Ia berkuliah di Universitas Delft. Pada tahun 1906-1926, Estourgie tercatat bekerja pada kantor arsitek Cuypers di Amsterdam.

Beberapa karya Estourgie saat berada di bawah bendera Cuypers ini adalah gedung di ujung jalan Kembang Jepun, Balai Kota, dan beberapa gedung di kawasan Darmo. Pada tahun 1921 Estourgie ditunjuk Cuypers mejadi kepala cabang perusahaannya di Surabaya.

Karya Estourgie di masanya adalah gedung yang saat ini menjadi kantor PT. Perkebunan Nusantara XI di Surabaya, Gedung Biara Suster Ursulin yang dibuka pada tahun 1922, saat ini dikenal dengan gedung sekolah SMA St. Maria Surabaya, serta gedung sekolah St. Louis yang dibuka tahun 1923.

"Ciri khas rancangan Estourgie nampak jelas yaitu karakteristik bangunan neo-gothik, menara dengan ujung berbentuk spire (piramid/kerucut), serta pemakaian rose window (jendela melingkar dengan ornamen menyerupai bunga mawar). Unik bagi Estourgie, di periode ini ia juga mengerjakan bangunan Istana Kerajaan Kutai Kartanegara di Tenggarong," jelasnya.

Timoticin menyimpulkan, Estourgie adalah salah satu arsitek terkemuka abad 20 di Indonesia. Akan tetapi ia kurang dikenal dibandingkan arsitek lain. Karyanya ada di Surabaya, Jakarta, Semarang, Madiun, dan Bondowoso.

"Maka dari itu saya sebut sebagai arsitek Surabaya and beyond," pungkasnya.


Baca juga:
Kiat Sukses Ning Ais di Balik Buku Perempuan Semua Bangsa