Pixel Codejatimnow.com

HIV/AIDS di Surabaya Tertinggi Se-Jatim, Pasien Didominasi Umur 20-29 Tahun

Editor : Zaki Zubaidi  Reporter : Ni'am Kurniawan
Anggota Komisi D DPRD Surabaya Tjutjuk Supariono. (Foto: Dok. PSI)
Anggota Komisi D DPRD Surabaya Tjutjuk Supariono. (Foto: Dok. PSI)

Surabaya - Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur mencatat, Kota Surabaya menjadi daerah dengan kasus baru HIV/AIDS tertinggi se-Jawa Timur pada tahun 2021.

Peringkat pertama diduduki Surabaya dengan kasus terbanyak hingga 323 pasien AIDS, disusul Kabupaten Banyuwangi 186, dan Jember sebanyak 174 pasien.

"Saya menilai bahwa Informasi dan sosialisasi terkait HIV/AIDS pada masa pandemi ini tidak berjalan dengan baik, terutama pendidikan seksual untuk anak-anak sekolah," ujar anggota Komisi D DPRD Surabaya Tjutjuk Supariono, Senin (17/1/2022).

"Jangan lupa bahwa kita punya target Three Zero 2030, artinya tidak ada infeksi baru HIV, tidak ada kematian karena AIDS, dan tidak ada diskriminasi di tahun 2030," sambungnya.

Ia juga menambahkan, berdasarkan laporan Direktorat Jenderal (Ditjen) Program Pencegahan dan Pengendalian Oenyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI, selama pandemi Covid-19 tahun 2020, telah terdeteksi 50.626 kasus HIV/AIDS.

Tjutjuk juga menyebut, jika mayoritas pasien didominasi oleh umur 20-29 tahun. Sehingga penularan sudah terjadi pada masa remaja atau anak yang umurnya kurang dari 20 tahun.

Baca juga:
Fraksi PDIP Lempar Pantun ke Eri-Armuji saat Sidang Paripurna DPRD Surabaya

"Miris melihat data ini, sebab mayoritas kasus ini terjadi pada anak-anak muda. Hal ini bisa dikatakan bahwa pendidikan seksual sejak dini kurang efektif dan juga kurang didukung oleh media massa, terutama terkait penggunaan kontrasepsi yang menyebabkan kebijakan kita menjadi tidak tegas dan terkesan abu-abu," imbuhnya.

Ia juga mengatakan, Pemkot Surabaya perlu melakukan inovasi dan melakukan aksi tanggap terhadap masalah itu.

Baca juga:
Kuasa Hukum Anak DPRD Surabaya Bantah Ada Penganiayaan di Rumah Aspirasi

Ia meyakini, jika kerja keras ini dipikirkan dan dilakukan bersama akan semakin ringan dan capaian nol kasus HIV/AIDS di Surabaya bisa terkabul.

"Agar upaya pencegahan HIV berhasil, orang yang hidup dengan, atau berisiko infeksi HIV perlu memiliki akses alat pencegahan yang efektif, seperti akses kontrasepsi dan jarum suntik steril. Kemudian, saya juga minta agar pelaksanaan mobile VCT atau tes HIV pada populasi berisiko dapat digalakkan di tahun 2022, untuk menekan kasus HIV di Surabaya. Saya optimis di tahun 2022, Kota Surabaya bisa nol angka HIV selama ada kerja sama yang baik,” tandasnya.