Pixel Codejatimnow.com

KPK Sebut Gaji Kepala Daerah di Indonesia Terlalu Kecil

Editor : REPUBLIKA.co.id  Reporter : REPUBLIKA.co.id
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja via Republika)
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja via Republika)

jatimnow.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, mengungkap alasan banyak kepala daerah yang terjerat tindak pidana korupsi. Salah satunya karena gaji yang terlalu kecil dan tidak sesuai dengan tugas dan tanggungjawab.

Menurut Alexander Marwata di Bengkulu, Rabu (7/4/2021), gaji kecil itu mengakibatkan godaan menjadi besar.

"Kita harus jujur mengakui tidak mungkin kita berharap seseorang bekerja profesional ketika penghargaan terhadap profesionalitasnya itu tidak diberikan," ujar Alex.

Alex menyebut selama ini dia sudah banyak menerima keluhan dari kepala daerah soal gaji yang terlalu kecil. Keluhan kerap diterima saat melakukan kunjungan kerja ke sejumlah daerah di Indonesia.

Bahkan, kata dia, ada kepala daerah di Indonesia yang hanya memiliki gaji pokok sekitar Rp 1,3 juta ditambah tunjangan Rp 15 juta per bulannya. Menurutnya, keluhan itu cukup masuk akal, mengingat tugas dan tanggung jawab kepala daerah sangat besar terutama dalam mengangkat harkat dan martabat masyarakat yang dipimpin.

Apalagi, rata-rata kepala daerah di Indonesia mengelola anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) di angka sekitar Rp 1 triliun. Upaya untuk menyikapi hal tersebut, KPK mendorong kepala daerah untuk mengoptimalkan pendapatan daerah dari pajak serta sektor lainnya dan tidak bergantung pada APBN.

Baca juga:
KPK Sosialisasi Pencegahan Korupsi kepada Anggota DPRD Ponorogo

"Kami sudah sampaikan itu ke Kemenpan RB. Sama Bapak Presiden dan Kementerian Keuangan juga pernah kami singgung, tetapi kembali lagi semua itu nanti berdasarkan kemampuan keuangan negara," tambahnya.

Kendati demikian, Alex menyebut sebesar apa pun gaji, ketika kepala daerah tersebut tidak memiliki integritas. maka tetap tidak akan cukup dan tetap berpotensi untuk melakukan tindak pidana korupsi. Terlebih, kata Alex, diperlukan biaya yang besar agar seseorang bisa terpilih sebagai kepala daerah dalam pilkada.

"Kalau biaya politik itu kecil, setidak-tidaknya ketika seseorang terpilih sebagai kepala daerah dia tidak mikir bayar utang, sehingga betul-betul tenaga dan pikirannya bisa memikirkan bagaimana rakyat bisa sejahtera," tandasnya.

Baca juga:
Masa Jabatan 19 Pasangan Kepala Daerah di Jatim Diperpanjang, Imbas Putusan MK

 

Lihat Artikel Asli

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama jatimnow.com dengan Republika.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Republika.co.id