Pixel Codejatimnow.com

Jejak Pondok Pesantren di Desa Tak Berpenghuni Ponorogo

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Mita Kusuma
Penampakan masjid tua, satu-satunya jejak pondok pesantren di desa tak berpenghuni Ponorogo
Penampakan masjid tua, satu-satunya jejak pondok pesantren di desa tak berpenghuni Ponorogo

jatimnow.com - Lingkungan Sumbulan, Dusun Krajan 1, Desa Plalangan, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, kini tidak berpenghuni. Di lingkungan tersebut rupanya pernah berdiri pondok pesantren (ponpes).

Di kampung tersebut hanya terdapat empat rumah tidak berpenghuni dan sebuah masjid yang terletak di ujung jalan kampung. Halaman masjid tua itu tampak asri dipayungi pohon sawo kecik yang rindang dan hiasan bedug masjid tua yang masih terawat.

Mantan warga Kampung Sumbulan, Sumarno menyebut bahwa masjid tersebut merupakan peninggalan sebuah pondok pesantren. Katanya, ponpes itu didirikan sekitar Tahun 1850-an oleh Nyai Murtadho saat masih bujang.

"Nyai Murtadho ini mendirikan sebuah pesantren yang disebut Sumbulan pada Tahun 1850. Beliau ini anak dari seorang ulama dari Demak," jelas Marno, Kamis (4/3/2021).

Baca juga:  Menengok Sunyinya Desa Tak Berpenghuni di Ponorogo

Menurutnya, saat ponpes itu semakin besar, jumlah santrinya semakin banyak, baik dari dalam maupun luar Ponorogo.

"Mereka mendirikan pondok semi permanen dan lama-lama menetap di Sumbulan," terangnya

Namun sepeninggal Nyai Murtadho dan keluarganya, ponpes di sana semakin sepi. Dia pun ingat, pada Tahun 1971 bangunan pesantren itu roboh.

"Sejak itu dan bahkan sebelumnya sudah banyak yang meninggalkan Sumbulan," tambah Marno.

Baca juga:
Menengok Sunyinya Desa Tak Berpenghuni di Ponorogo

Hingga terakhir Tahun 2016, kampung tersebut benar-benar kosong tanpa penghuni. Alasan Marno sendiri pindah dari Kampung Sumbulan karena akses jalan yang sulit. Katanya, sewaktu kecil dia harus berjalan berkilo-kilo meter di jalan setapak untuk sampai ke jalan raya.

"Sekarang yang aktif ya hanya masjid itu. Orang-orang di utara sungai juga jarang ke masjid itu karena aksesnya hanya jembatan bambu," sambung Marno.

Setelah menyebrang sungai, warga masih harus melewati jalan tanah yang menanjak.

"Tapi kalau hari raya, mereka Salat Idul Fitri di masjid itu. Beberapa warga asli Sumbulan juga berkumpul untuk menjenguk kampung halamannya," jelasnya.

Marno dan warga lainnya berharap jalan menuju Sumbulan diperbaiki sehingga warga bisa mengakses kampung halamannya kapan saja dengan mudah.

Sementara Kepala Desa Plalangan, Ipin Herdianto menjelaskan bahwa sejarah berdirinya ponpes di Sumbulan memang ada.

"Tapi pondok kawak. Ceritanya yang babat pertama itu di Serut Sejanjang, terus Sumbulan, trus ke Asem Growong. Jadi di situ anak turunnya Mbah Asem Growong," tegasnya.

Ipin menyebut bahwa ponpes di Sumbulan itu untuk kegiatan mengaji zaman dulu hingga penyebaran Islam. Bahkan warga sepuh di Desa Plalangan juga masih merasakan pernah mengaji di situ.

"Jejak pondoknya tinggal masjid. Masih bersih, keluarga yang tinggal di kadipaten setiap hari masih ke situ, bersihkan masjid, ngepel, nyapu. Salat Duhur juga masih dipakai, kadang orang ke sawah juga mampir ke situ untuk ibadah. Kan masih lengkap, air juga masih ada," pungkasnya.