Pixel Codejatimnow.com

Petualangan di Alas Baluran (2)

Dihipnotis Merak dan Ayam Hutan

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Sahlul Fahmi
Pemandangan di Alas Baluran (Foto: Dok. Sahlul Fahmi/jatimnow.com)
Pemandangan di Alas Baluran (Foto: Dok. Sahlul Fahmi/jatimnow.com)

jatimnow.com - Suara berisik membangunkan tidur ku. Jarum jam menunjukkan angka 9 lebih. Erer sudah bangun lebih dulu, dia bahkan sudah mandi dan berbaju rapi. Di depan penginapan dia terlihat berbincang dengan perempuan tua pemilik penginapan dan seorang lagi yang duduk di atas motor.

Sesaat kemudian Erer masuk.

"Mas mandilah, aku sudah sewa motor dari penduduk buat masuk ke Baluran," kata Erer.

"Ok, oh ya berapa sewa motornya," tanyaku.

"Seratus ribu sehari mas," jawab Erer.

Selepas mandi aku menyiapkan perlengkapan pemotretan mulai kamera, lensa, remote control, tripot dan lain-lain. Dirasa sudah lengkap kami pun berangkat. Namun sebelum masuk hutan Baluran kami mampir sarapan di warung yang tadi malam kami singgahi. Hanya saja pagi ini kami memilih menu soto ayam.

Seusai sarapan kami menuju pos penjagaan Taman Nasional Baluran untuk melapor sekaligus membayar tiket masuk sebesar Rp 15 ribu perorang, sedang untuk motor Rp 5 ribu.

"Nanti keluarnya jangan sampai malam ya," ucap salah satu petugas.

"Baik pak," jawabku sambil tancap gas.

Selepas pos penjagaan kami memasuki hutan musim. Panjang hutan musim ini sekitar 5 kilometer. Jika musim hujan, hutan akan berwarna hijau. Sedang kalau musim kemarau hutan berubah warna menjadi coklat kemerahan karena pohon-pohonnya mengering.

Baca juga:  Berjumpa Perempuan Tua Berambut Panjang

Di area ini kami juga menjumpai bumi perkemahan yang cukup luas. Namun karena bukan musim liburan, bumi perkemahan itu sepi.

Jalan menuju hutan Baluran terbuat dari aspal selebar 5 meter, sayangnya kondisi jalan tersebut rusak parah.

"Pelan-pelan saja mas, pilih jalan yang aman. Kalau sampai ban bocor susah kita," kata Erer mengingatkan.

Baca juga:
Pengalaman Mistis saat Perjalanan Pulang

Setelah melewati hutan musim, kami melihat tulisan Evergreen Forest, yakni hutan abadi. Hutan ini akan tetap hijau sepanjang musim. Area ini begitu menakjubkan karena seolah memasuki lorong hijau yang menyejukkan mata. Mungkin karena terpesona, Erer lalu mengajak ku berhenti.

"Berhenti bentar dong mas," kata Erer sambil menepuk pundakku.

Erer menghirup dalam-dalam, menikmati kesegaran udara Evergreen Forest. Setelah memarkir motor di bawah pohon besar, Erer berjalan menuju ke arah hutan untuk melihat aneka ragam kupu-kupu yang hinggap di ujung-ujung bunga. Sesekali dia berusaha memotret kupu-kupu dan bunga dengan handphone.

Terlalu asyik memotret, Erer tak sadar jika dirinya semakin jauh memasuki hutan. Ketika saya menghampiri, tiba-tiba ada gerakan dari balik semak-semak yang membuat kami terkejut.

"Wow burung merak," teriak Erer sambil mencoba mengejar burung merak yang berlari masuk ke dalam hutan.

Penasaran, kami pun mengikutinya. Namun merak itu lenyap entah ke mana. Kesadaran kian menghilang ketika kami melihat seekor ayam hutan dengan bulu-bulunya yang sangat cantik.

Saat kami dekati, ayam tersebut menjauh kemudian berhenti. Saat kami dekati lagi, ayam itu kembali menjauh, begitu seterusnya. Ayam itu seakan-akan mencoba menggiring kami untuk lebih masuk ke dalam hutan.

Baca juga:
Dihadang Tiga Pasang Mata

Tersadar, aku segera memberhentikan langkah dan mengajak Erer kembali ke jalan utama.

"Jangan sampai masuk lebih dalam. Kita tidak ditemani petugas pemandu," kataku kepada Erer.

Erer hanya diam, sambil menyalakan rokok untuk menenangkan diri.

"Iya juga ya. kalau kita tersesat bisa panjang ceritanya. Di sini handphone ku tak bisa menangkap sinyal," ucap Erer.

Mendengar ucapan Erer aku pun segera mengecek handphone-ku. Ternyata benar, tak satupun garis sinyal tampak di layar handphone. Sejenak kami saling menatap dan mempercepat langkah kaki keluar hutan...(Bersambung)

 

Penulis adalah wartawan jatimnow.com