Pixel Codejatimnow.com

Enggan ke Myanmar, Pengungsi Rohingya Pilih Nikahi Warga Banyuwangi

Mir Ahmad Bin Kholil Ahmad (48) warga Rohingya, Myanmar.
Mir Ahmad Bin Kholil Ahmad (48) warga Rohingya, Myanmar.

jatimnow.com - Mir Ahmad Bin Kholil Ahmad (48) warga Rohingya, Myanmar mengaku senang tinggal di Dusun Pekarangan RT 01 RW 01, Desa Kelir, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi. Ia mengaku telah jatuh cinta dengan Indonesia.

Alasannya, kata Ahmad sapaan akrabnya, karena ia bertemu dengan wanita yang bernama Ristiani Sulam sejak 20 tahun silam. Tepatnya, sekitar tahun 1998 di Kelang, Kuala Lumpur, Malaysia.

Kisah kedua imigran itu pun berlanjut saat keduanya memutuskan untuk menghalalkan hubungan mereka secara agama, melalui nikah siri.

Hubungan kedua pasangan yang beda negara ini pun dikaruniai dua orang anak, Nurhazizal Mir Ahmad (17) dan Novila Mir Ahmad (9).

"Sebagai muslim saya lebih memilih menikahi daripada berzina," ungkapnya dengan bahasa berlogat melayu saat ditemui, Jumat (9/11/2018).

Saat itu anaknya, Novila berada disampingnya. Sedangkan istrinya tengah bekerja.

Saat Ahmad memutuskan tinggal bersama keluarganya, ia diantarkan langsung oleh Kasubsi Ketertiban Rumah Detensi Imigrasi Surabaya di Bangil, Wahyu Triwibowo dan Kasubsi Registrasi, Indra Wilis, Rabu (8/11/2018) kemarin.

"Saya rela meninggalkan fasilitas dari UNHCR PBB, seperti diberi uang Rp 1.250.000 tanpa bekerja dan tinggal di hotel," akunya.

Sebab, katanya, dirinya akan mendapatkan fasilitas dari UNHCR asalkan tetap berstatus sebagai pengungsi. Namun, dirinya memutuskan hidup bersama istri dan keluarga kecilnya.

Namun demikian, karena kedatangannya ke Indonesia dulunya sebagai pengungsi, meski sudah menikah dengan orang Banyuwangi dirinya masih diwajibkan untuk melapor setiap 3 bulan sekali.

Baca juga:
5 Berita Trending Pekan Ini: Nomor 4 Kok Tega Ya?

"Bawa kartu ini, saya harus ikuti aturan, lapor 3 bulan sekali," kata Ahmad.

Bahkan, dirinya pernah mendapatkan tawaran untuk menjadi warga Negara Amerika. Namun ditolaknya, karena ia lebih memilih tinggal bersama istri dan anaknya.

"Saya takut mau pulang ke daerah saya, karena kalau ketahuan bisa dibunuh," ujarnya.

Di lain sisi, dirinya juga masih tidak berani kembali ke negara asalnya. Sebab, kelompok Rohingya di Myanmar tidak boleh keluar dari kawasan (desa) yang sudah ditentukan.

Ibaratnya, masih Ahmad, etnis Indo Arya yang mayoritas beragama Islam dan hidup di Desa Kelir, sejak lahir kalau tidak ingin dibunuh jangan keluar dari daerah itu.

Baca juga:
2 Pengungsi Rohingya di Tulungagung, Imigrasi Blitar Lakukan Pengawasan

"Keluar pasti dibunuh, oleh orang berseragam semacam tentara, atau orang pakaian biasa. Atau masuk Buddha bila ingin selamat," katanya bercerita.

"Sekarang saya di sini di Indonesia, saya belum punya teman, dan saya juga ingin bekerja di sini," tutupnya.