Pixel Codejatimnow.com

PN Surabaya Izinkan Pernikahan Beda Agama, Ini Pertimbangannya

Editor : Zaki Zubaidi  Reporter : Zain Ahmad
Humas Pengadilan Negeri Surabaya saat memberikan penjelasan pernikahan beda agama. (Foto: Zain Ahmad/jatimnow.com)
Humas Pengadilan Negeri Surabaya saat memberikan penjelasan pernikahan beda agama. (Foto: Zain Ahmad/jatimnow.com)

Surabaya - Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengesahkan aturan menikah beda agama. Putusan itu berlaku mulai hari ini, Selasa (21/6/2022).

Penetapan itu tertuang dalam surat Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby, dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya juga diminta untuk mencatat pernikahan tersebut agar dapat diterbitkan akta perkawinan.

"Permohonan masuk ke PN Surabaya pada 8 April 2022 dan ditetapkan pada 26 April 2022 lalu," sebut Humas PN Surabaya, Suparno kepada wartawan, Selasa (21/6/2022).

Suparno menjelaskan, permohonan itu sebelumnya diajukan oleh pasangan beda agama RA dan EDS yang menikah pada Maret 2022 sesuai agama masing-masing. Yakni Islam dan Kristen.

Keduanya mengajukan permohonan ke PN Surabaya usai pengajuan pencatatan perkawinan pasangan tersebut ditolak oleh Dinas Dukcapil Kota Surabaya.

Baca juga:
Penganiaya Mahasiswa Poltekpel Surabaya hingga Tewas, Pengacara Terdakwa: Menurut Saya Hal Wajar

"Karena saat ini sudah ada penetapan dari pengadilan, Dinas Dukcapil wajib mencatatkan perkawinan pasangan tersebut pada akta pernikahan," jelasnya.

Menurut Suparno, penetapan perkawinan beda agama tersebut baru pertama dikeluarkan hakim PN Surabaya.

"Sesuai aturan perundangan, permohonan bisa diajukan oleh pasangan beda agama dari agama apa pun yang sah dan diakui di Indonesia, bukan agama tertentu saja," tandasnya.

Baca juga:
Sidang Tragedi Kanjuruhan, Eks Kabag Ops Polres Malang juga Divonis Bebas

Beberapa pertimbangan hakim saat mengeluarkan penetapan beda agama antara lain perbedaan agama tidak merupakan larangan untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan.

Sementara itu, pembentukan suatu rumah tangga melalui perkawinan adalah merupakan hak asasi para pemohon sebagai warga negara serta hak asasi para pemohon untuk tetap mempertahankan agamanya masing-masing.