Pixel Codejatimnow.com

Rektor UINSA Kecam Pendistorsi SE Pengeras Suara Masjid dengan Penjelasan Menag

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Farizal Tito
Prof Masdar Hilmi (kanan) saat memberikan tanggapan terkait SE Menteri Agama No. 5/2022 (Foto: Farizal Tito/jatimnow.com)
Prof Masdar Hilmi (kanan) saat memberikan tanggapan terkait SE Menteri Agama No. 5/2022 (Foto: Farizal Tito/jatimnow.com)

Surabaya - Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Prof Masdar Hilmi merespon SE No. 05/2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala oleh Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia yang melahirkan beragam reaksi publik.

Menurut Prof Masdar, dalam sebuah masyarakat demokratis, respon masyarakat terhadap kebijakan yang dikeluarkan negara tentu saja menandakan berkembangnya iklim demokrasi yang sehat.

Selain itu, adanya respon terhadap sebuah kebijakan, juga tidak hanya menggaung di ruang kosong, tapi mengenai sasaran yang dituju.

Namun jika respon tersebut dilandasi dengan ketidaktahuan dan niat jahat atas sebuah perkara, bisa berakibat pada penyalahgunaan kebebasan berpendapat hingga pembunuhan karakter.

"Alih-alih menjadi bagian dari keterbukaan publik, kebebasan bersuara dan tumbuhnya demokrasi yang sehat, merespon yang disuarakan tanpa pengetahuan yang memadai juga dan niat jahat akan melahirkan kegaduhan, saling curiga, saling membenci, hate speech, bahkan fitnah yang mengarah pada pembunuhan karakter seseorang," ujar Prof Masdar kepada wartawan, Jumat (25/2/2022).

"Jika dilihat secara jujur, membaca isi SE Menteri Agama Nomor 05/2022. SE tersebut sama sekali tidak melarang umat Islam untuk menggunakan pengeras suara dalam melakukan syiar agamanya," papar dia.

Dia berpendapat bahwa SE tersebut dikeluarkan dalam kerangka pengaturan ekspresi keberagamaan di ruang publik atau dalam kerangka Hak Asasi Manusia (HAM), disebut dengan istilah forum extemum.

Baca juga:
PWNU Jatim Nyatakan Awal Ramadan 3 April 2022

"Mengatur ekspresi keberagamaan di ruang publik sama sekali berbeda dengan pelarangan terhadap syiar agama," ungkapnya.

Prof Masdar menambahkan, ekspresi ber-lslam di ruang publik juga perlu mempertimbangkan kemaslahatan umum. Karena hal itu tujuan tertinggi dari syariat Islam (maqashid al-syari'ah).

"Mengingkari tujuan syariat ini dengan dalih syiar Islam tentu saja tidak bisa diterima. Karena syiar Islam itu sendiri justru harus mewujudkan Islam yang membawa kepada kebaikan bersama (almashlahah al'ammah)," paparnya.

Seiring dengan pernyataan tersebut, Prof Masdar mendukung sepenuhnya terhadap SE No. 05/2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Baca juga:
Gubernur Khofifah Terbitkan SE Penggunaan Kendaraan Listrik dan Kompor Induksi

"Karena hal ini diperlukan agar ekspresi keberagamaan secara umum dan keberislaman secara khusus tidak mengganggu ketentraman, ketertiban dan kenyamanan dalam kehidupan bersama sebagai bangsa," tambah dia.

Kendati demikian, pihaknya tetap menghormati seluruh respons yang diberikan oleh masyarakat terhadap kebijakan yang dikeluarkan Menteri Agama Republik Indonesia atas pengaturan kehidupan keberagamaan di ruang publik.

"Karena respons tersebut merupakan bagian dari kehidupan demokrasi sebuah bangsa. Namun kami mengecam terhadap pihak-pihak yang mendistorsi atau memutarbalikkan isi Surat Edaran dan penjelasan Menteri Agama Republik Indonesia terkait tujuan dan isi Surat Edaran tersebut sehingga menjadi fitnah keji dan pembohongan kepada publik," tandasnya.