Pixel Codejatimnow.com

Saksi Beberkan Upaya Perebutan Lahan di Puncak Permai Surabaya

Editor : Arina Pramudita  Reporter : Zain Ahmad
Sidang sengketa lahan Jalan Puncak Permai Utara di PN Surabaya. (Foto: Zain Ahmad/jatimnow.com)
Sidang sengketa lahan Jalan Puncak Permai Utara di PN Surabaya. (Foto: Zain Ahmad/jatimnow.com)

Surabaya - Sidang sengketa lahan di Jalan Puncak Permai Utara III Surabaya kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Dua advokat dihadirkan sebagai saksi untuk memberi keterangan di muka sidang.

Adalah Warsono dan Nadia Savera, keduanya merupakan advokat yang menangani perkara Mulyo Hadi (Penggugat). Warsono mendampingi Mulyo saat melapor ke Polrestabes Surabaya terkait dugaan penyerobotan tanah yang dialaminya.

Baca juga: Dua Mantan Lurah Lontar Tegaskan Objek Sengketa Ada di Wilayahnya

Warsono menjelaskan, peristiwa itu terjadi pada 9 Juli 2021, atau saat dalam masa PPKM Darurat, di mana di lokasi sengketa terdapat kerumunan sekitar 300 orang pada pukul 20.00 WIB. Mereka memaksa menduduki tanah yang dalam penguasaan Mulyo sebagai ahli waris.

"Saya diberitahu pak Mul (Mulyo) bahwa ada massa dalam jumlah besar datang ke obyek tanah yang saat ini sedang dalam sengketa, bersama dengan pak Lim Tji Tiong, advokat yang mendampingi Mulyo Hadi saat itu, datang ke tanah tersebut," ujarnya.

Berusaha menenangkan massa, dua advokat yang dilokasi justru mendapat perilaku buruk. Keduanya dianiaya hingga alami luka.

"Akibat pemukulan itu, malam harinya, saya melaporkan adanya aksi pemukulan tersebut ke Polrestabes Surabaya," beber Warsono.

Massa yang berjumlah banyak, disebutnya melakukan aksi brutal saat memasuki lahan dengan merusak gembok pagar.

"Setelah membuka gembok secara paksa, orang-orang ini memasukkan alat berat berupa forklif. Massa juga mencabut papan nama yang ditancapkan di lokasi obyek sengketa," ungkapnya.

Terkait berdirinya tembok di lokasi sengketa, Warsono memastikan tembok itu terhitung baru dibangun.

"Sejak kecil, saya tidak pernah melihat adanya tembok sebagaimana yang berdiri saat ini, yang ada hanya pagar
setinggi 1 meter," jelasnya.

Warsono menambahkan, sebelum peristiwa pengeroyokan tersebut terjadi. Pada 5 Juli 2021, ia mendapat panggilan untuk mediasi oleh Polrestabes Surabaya, namun ditunda karena pelaksanaan PPKM Darurat.

Di persidangan, ia juga menjelaskan proses mendampingi Mulyo di Polrestabes Surabaya.

"Penyidik bertanya, apakah saya mengetahui hal ini? Saya menjawab tidak. Kemudian, saya mencari tahu tentang SHGB nomor 4157 tersebut," katanya.

Baca juga:
Ahli Waris Segel Gedung SDN di Probolinggo, Ini Respon Pj Bupati

Pihaknya lantas mendatangi Kelurahan Lontar untuk memastikan apakah tanah berdasarkan SHGB masuk wilayah Lontar, yang ternyata tidak.

"Lalu, saya bersurat ke Kelurahan Pradah Kalikendal untuk menanyakan apakah tanah yang diterangkan dalam SHGB 4157 tersebut berada di wilayah Pradah Kalikendal," ungkapnya.

Berdasarkan keterangan Kelurahan Pradah Kalikendal diketahui SHGB 4157 tersebut tidak tercatat di kelurahan setempat. Ia pun lanjut dengan mendatangi kantor BPN. Dan rupanya petugas BPN saat itu tidak bisa menjelaskan keberadaan SHGB 4157.

Saksi lain, Nadia Savera adalah advokat yang mengajukan permohonan eksekusi atas sebidang tanah seluas 3150 M² milik Mulyo di Jalan Darmo Permai Selatan yang telah dieksekusi PN Surabaya.

"Tanah tersebut berasal dari induk yang sama dengan sebidang tanah seluas 6850 M² yang saat ini menjadi obyek sengketa sehingga totalnya menjadi 10 ribu M²," jelas Nadia.

Eksekusi, lanjut Nadia, terjadi Rabu (8/12/2021), di mana dalam pelaksanaannya tidak ada perlawanan dari Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera sebagai pihak termohon.

Menurut Nadia, tanah seluas 3150 M² itu masih milik Mulyo Hadi yang kemudian diakui sebagai milik Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera.

Baca juga:
Unikama Malang Buka Suara Usai Dilaporkan ke Kepolisian soal Tanah Ahli Waris

Soal Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera bisa kalah dalam gugatan, Nadia menjelaskan bahwa pihak yayasan menyadari bahwa SHGB yang mereka miliki palsu.

Sama halnya satu hari menjelang eksekusi. pihak yayasan hadir dalam sebuah pertemuan dan tahu jika eertifikat yang mereka pegang atas tanah tersebut mengandung kepalsuan.

Usai sidang, Adi Dharma selaku kuasa hukum tergugat menjelaskan, dari fakta persidangan jelas terungkap bahwa penggugat tidak memiliki bukti kepemilikan berupa sertifikat, sementara kliennya memiliki sertifikat.

Disinggung soal bukti SHGB yang dimiliki pihak lain dan akhirnya dibatalkan, Adi Dharma enggan berkomentar.

Sementara kuasa hukum penggugat, Johanes Dipa Widjaja menilai saksi yang hadir membuktikan bahwa objek sengketa sebelum 9 Juli 2021 dikuasai oleh penggugat. Aksi penganiayaan pada malam hari yang dilakukan 300 orang, dilakukan saat objek sengketa masih dalam pemeriksaan terkait perkara ini.

Tidak adanya perlawanan saat eksekusi tanah Rabu pekan lalu, lanjut Johanes Dipa, membuktikan bahwa SHGB di tanah milik penggugat adalah cacat hukum.

“Atas kejadian penyerangan tgl 9 Juli 2021 tersebut, saksi dengan tegas menerangkan telah memakan korban jiwa, advokat penggugat terdahulu (Lim Tji Tiong) meninggal dunia diduga terpapar ovid pada saat peristiwa tersebut. Dijelaskan pula bahkan beliau menjadi korban pemukulan. Saksi dan anaknya pun jadi korban pemukulan,” tandasnya, Rabu (15/12/2021).