Pixel Codejatimnow.com

Dua Siswi SD di Gresik Ciptakan Alat Pengukur Kadar Oksigen Bagi Tuna Netra

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Sahlul Fahmi
Dua siswi kelas V SD Muhammadiyah Manyar Gresik yang ciptakan alat pengukur kadar oksigen bagi tuna netra (Foto-foto: Istimewa)
Dua siswi kelas V SD Muhammadiyah Manyar Gresik yang ciptakan alat pengukur kadar oksigen bagi tuna netra (Foto-foto: Istimewa)

Gresik - Dua siswi sekolah dasar (SD) di Gresik menciptakan alat pengukur kadar oksigen bagi penyandang tuna netra. Alat tersebut diberi nama oksibraille.

Kedua siswi yang menjadi kreator alat itu adalah Adelia Shovia Putri (11) dan Dania Azra Nazifa (11). Keduanya saat ini duduk di kelas V SD Muhammadiyah Manyar Gresik.

Adelia mengatakan, dirinya dan Dania termotivasi untuk bisa membantu penyandang tuna netra mengetahui kadar oksigen dalam dirinya tanpa harus meminta bantuan orang lain.

"Ide awalnya, kami memikirkan bahwa banyak anak (penyandang) tuna netra itu ingin mengetahui kadar oksigennya tanpa bantuan orang lain," tutur Adelia ketika ditemui di sekolahnya, Rabu (1/12/2021).

Menurut Adelia, pengerjaan alat tersebut membutuhkan waktu sekitar dua bulan. Adapun peralatan yang dibutuhkan untuk menciptakan oksibralle itu berupa piranti lunak, sensor, baterai, kotak hingga speaker.

Oksibraille kemudian dihubungkan pada laptop atau komputer yang memiliki program Ardinuro untuk validitas hasil.

"Cara kerjanya, pasien tuna netra menempelkan jari telunjuk ke oksibralle selama 10 detik. Setelah itu alat akan mengeluarkan suara jumlah kadar oksigen yang bisa didengarkan oleh pasien," jelasnya.

Adelia menambahkan, program Arduino merupakan platform hardware yang paling mudah dipahami anak-anak. Program ini juga dapat mendeteksi apabila alat mengalami kerusakan atau dalam bahasa pemrograman biasa disebut debug, seperti ketika kurang valid dalam mendeteksi kadar oksigen.

Baca juga:
Mahaiswa ITS Gagas Modifikasi Aspal dari Limbah Lumpur dan Kelapa Sawit

Masih kata Adelia, cara kerja oksibraille ini layaknya oksimeter, yang melakukan scanning kecerahan darah pasien melalui sensor yang terpasang untuk mengetahui kadar oksigen seseorang.

"Setiap ganti pasien alat harus direset ulang supaya validitas kadar oksigennya akurat. Untuk kadar oksigen yang bagus biasanya di atas angka 95," jelasnya.

Ria Eka Lestari, guru pembimbing kedua siswi itu mengungkapkan bahwa oksibraille sempat mengalami perbaikan beberapa kali. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan performa agar sesuai yang diharapkan.

Perbaikan yang dilakukan antara lain memodifikasi pasokan daya. Jika awalnya menggunakan tenaga listrik, maka kini menggunakan baterai berkapasitas 9 volt.

Baca juga:
Pemkot Surabaya Buka Lomba Inovasi Kota Inovboyo 2024, Buruan Daftar!

"Tujuannya untuk meminimalisir pasien kesetrum," ucap Ria.

Sejak diciptakan, oksibraille telah diikutkan pada ajang lomba yang digelar oleh Dinas Pendidikan Gresik dan Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) tingkat nasional.

"Di perlombaan dinas pendidikan, oksibraille juara dua. Setelah itu kami modifikasi, alhamdulillah di lomba KJSA dapat juara pertama," pungkas Ria.

Alat pengukur kadar oksigen bagi tuna netra yang diciptakan dua siswi SD di GresikAlat pengukur kadar oksigen bagi tuna netra yang diciptakan dua siswi SD di Gresik