Pixel Codejatimnow.com

Serapan APBD Pemprov Jatim 2021 Capai 43,01 Persen, Lebih Tinggi dari 2020

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Ni'am Kurniawan
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa

jatimnow.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur menyebut telah memaksimalkan dan mempercepat realisasi APBD Tahun Anggaran 2021 sebagai upaya menggerakkan ekonomi daerah di tengah Pandemi Covid-19 dan masa PPKM Darurat yang kini dilanjutkan dengan PPKM Level 4.

Per 23 Juli 2021, realisasi belanja daerah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2021 mencapai 43,01 persen. Capaian realisasi anggaran belanja Tahun 2021 ini lebih tinggi 12,9 persen dibanding Tahun 2020 sebesar 30,02 persen.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menegaskan bahwa goverment spending atau belanja daerah didorong dan diandalkan di masa Pandemi Covid-19 dan terutama masa PPKM agar menjaga roda ekonomi daerah terus berjalan.

"Belanja ABPD ini penting, untuk men-drive ekonomi daerah. Dan kita memaksimalkan belanja daerah agar mampu untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Jawa Timur di tengah kondisi Pandemi Covid-19 dan juga PPKM Darurat," ujar Khofifah, Selasa (27/7/2021).

Realisasi belanja daerah yang dilakukan oleh Pemprov Jatim termasuk di antaranya adalah belanja untuk percepatan penanganan Covid-19. Hingga 23 Juli 2021, Pemprov Jatim telah membelanjakan anggaran sebesar Rp 446,5 miliar untuk penanganan Covid-19.

Realisasi belanja tersebut telah mencapai 58,03 persen dari target alokasi belanja daerah untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 769,5 miliar.

Secara terinci, untuk penanganan Covid-19 telah terbelanjakan sebesar Rp 166,6 miliar atau 113,9 persen dari target alokasi Rp 145,2 miliar. Kemudian juga belanja dukungan vaksin sebesar Rp 5,2 miliar atau 100 persen dari target anggaran yang dialokasikan.

Tahun 2021 ini, anggaran APBD Pemprov Jatim juga dibelanjakan untuk pemberian insentif tenaga kesehatan. Sejauh ini, dana insentif nakes telah terealisasi sebesar Rp 132,05 miliar atau 62,08 persen dari target Rp 212,7 miliar.

Sedangkan untuk belanja kesehatan telah terealisasi sebesar Rp 142,6 miliar atau 35,19 persen dari target alokasi Rp 405,3 miliar.

Di samping itu, dalam penanganan Pandemi Covid-19, Pemprov Jatim juga menggunakan belanja tak terduga (BTT) untuk memaksimalkan upaya meminimalisir dampak pandemi.

Per 23 Juli 2021, Pemprov Jatim telah merealisasikan anggaran BTT sebesar Rp 179,9 miliar atau 43,10 persen dari target alokasi BTT sebesar Rp 417,438 miliar.

"Realisasi atau serapan anggaran penanganan covid-19 Jawa Timur ini adalah yang tertinggi di pulau Jawa. Dan secara nasional serapan anggaran penanganan Covid-19 Jatim nomor tiga, setelah NTT dan Kaltim," tegas Khofifah.

Di sisi lain, peningkatan realisasi anggaran belanja Jatim tahun 2021 ini juga sejalan dengan kenaikan realiasi capaian pendapatan. Meski di tengah pandemi covid-19 dan penerapan PPKM Darurat, pendapatan daerah Jatim tahun 2021 per tanggal 23 Juli 2021 telah mencapai sebesar 56,18 persen.

Realisasi Pendapatan Daerah Jatim sampai dengan tanggal 27 Juli ini tercatat 58,31 persen atau mengalami kenaikan sebesar 11,81 persen dibandingkan TA 2020 periode yang sama yaitu sebesar 46,5 persen.

Baca juga:
4 OPD di Tulungagung Boyongan ke Kantor Baru Bulan Depan

Peningkatan pendapatan ini seiring dengan berbagai upaya yang dilakukan Gubernur Khofifah. Salah satunya dengan meluncurkan program diskon Ramadhan, yang juga memiliki efek untuk meringankan beban masyarakat.

"Di tengah Pandemi Covid-19 dan adanya pembatasan PPKM Darurat, yang diperpanjang dengan PPKM Level 4, sebagaimana mungkin kita bisa membantu meringankan beban masyarakat," tutur dia.

"Tak hanya memaksimalkan belanja dari APBD, tapi juga BLT Dana Desa juga kita upayakan agar cepat dicairkan ke masyarakat, selain itu juga program-program penunjang ekonomi masyarakat dan Koperasi dan UMKM, kita ingin agar meski di kondisi yang berat masyarakat tetap kita bantu untuk meringankan beban," sambung Khofifah.

Mantan Menteri Sosial dan Pemberdayaan Perempuan ini menyebutkan bahwa dengan optimalisasi belanja daerah, ternyata memang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Jawa Timur.

Terbukti dari data kinerja ekonomi Jawa Timur pada triwulan I, Jawa Timur memang mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi di angka -0,44 persen. Pertumbuhan ekonomi Jatim ditopang oleh sektor pertanian sebesar 0,43 persen dari sektor pertanian, dan perdagangan sebesar 0,24 persen, dan sektor infokom 0,52 persen.

"Ekonomi Jatim dalam track yang benar. Di triwulan pertama tahun 2021, kontraksi ekonomi Jatim tercatat (-0,44) persen, dan menjadi daerah yang kontraksinya paling rendah dibandingkan provinsi besar lain di Pulau Jawa," tegas Khofifah.

Di periode yang sama, kontraksi DKI Jakarta ada di angka (-1,56 ) persen, Jawa Tengah (-0,87) persen, Jawa Barat (-0,83 ) persen. Sedangkan kontraksi nasional (-0,76 ) persen.

Baca juga:
Komisi C DPRD Jatim Terbanyak Selesaikan Peraturan Daerah Selama 2023  

Gelontor Bansos Bagi yang Terdampak Pandemi

Di tengah kondisi Pandemi Covid-19 dan juga di tengah sulitnya kondisi PPKM Darurat, Khofifah bersama jajaran Pemprov Jatim terus aktif dalam meningkatkan penyaluran bantuan sosial.

Per 23 Juli 2021, Pemprov Jatim telah menggelontor bansos Rp 46,49 miliar atau tercapai 37,57 persen dari target alokasi bansos Rp 123,7 miliar. Sedangkan realisasi belanja bansos Tahun 2021 oleh kabupaten kota se Jawa Timur telah mencapai Rp 220,6 miliar.

"Penyaluran bansos atau sosial safety net bagi yang terdampak pandemi covid-19 terus kami maksimalkan. Bahkan saya juga melakukan penyisiran langsung ke masyarakat yang tidak teridentifikasi sebagai penerima bansos padahal mereka eligible. Door to door dalam penyaluran bansos kami lakukan dengan harapan ketepatan sasaran bisa dikedepankan," tambah Khofifah.

Pembagian bansos door to door dilakukan Gubernur Khofifah diantaranya di kampung 1001 malam Surabaya, kemudian di kampung topeng Malang, dan juga di Jombang. Pembagian bansos berupa sembako dan uang tunai diharapkan bisa membantu memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat ekonomi lemah di tengah Pandemi Covid-19.