Pixel Codejatimnow.com

Rektor UINSA Minta Wadir Pascasarjana dan Kaprodi Magister Islam Damai

Editor : Sandhi Nurhartanto  Reporter : Farizal Tito
Rektor UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Prof. H Masdar Hilmy
Rektor UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Prof. H Masdar Hilmy

jatimnow.com - Rektor UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Prof. H Masdar Hilmy berharap perseteruan hingga berujung kekerasan fisik antara Wakil Direktur (Wadir) Pascasarjana, DR Ahmad Nur Fuad dengan Ketua Prodi Magister Islam berinisial SQA terselesaikan secara kekeluargaan.

Selaku pimpinan, Rektor UINSA menyayangkan tindak kekerasan fisik yang dilakukan. Ia juga berharap bahwa hal semacam itu (kekerasan) tidak dilakukan dalam upaya penyelesaian masalah.

Baca juga: Wadir Pascasarjana UINSA Surabaya Polisikan Kaprodi Magister Islam

Masdar Hilmy pun telah telah memanggil kedua pihak untuk diminta kejelasan terkait duduk perkaranya.

"Apapun bisa dibicarakan. Jangan sampai ada kekerasan fisik. Saya sudah sampaikan itu. Tapi memang yang bersangkutan mengaku khilaf karena sedang marah," ujar Masdar, Rabu (12/8/2020).

Kaitannya dengan korban, ia mengaku juga telah memberikan masukan untuk sedapat mungkin mengupayakan penyelesaian lewat jalur kekeluargaan. Sembari berupaya mencari cara menghentikan tindak tanduk kekerasan yang dilakukan.

Baca juga:
5 Fakta Ayah Tega Aniaya Bayi Berusia 6 Hari di Surabaya

"Tapi kalau Pak Wadir mau melakukan visum, disilahkan. Asalkan cara-cara yang ditempuh adalah legal dan tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan," terangnya.

Kendati tidak menduga kejadian tersebut akan dibawa ke ranah hukum, Rektor Masdar memaklumi hak konstitusional Wadir sebagai warga negara yang memiliki kebebasan.

"Bahwa yang bersangkutan dalam hal ini korban memilih jalur hukum, itu sudah diluar kewenangan Rektor untuk mencegah," tegas Prof Masdar.

Baca juga:
Kuasa Hukum Anak DPRD Surabaya Bantah Ada Penganiayaan di Rumah Aspirasi

Namun, secara kelembagaan ia juga menegaskan bahwa hal tersebut telah diupayakan untuk diselesaikan melalui Komite Etik Senat Universitas. Tentunya dengan tetap mengutamakan upaya-upaya rekonsiliasi dan mediasi bagi kedua belah pihak.

“Kita berupaya untuk menempuh cara-cara yang elegan dan bermartabat untuk menyelesaikan hal ini agar tidak merugikan kedua-duanya,” tukasnya.