Rehabilitasi dan Reintegrasi WBP Terorisme, Kemenkumham Optimalkan Fungsi PK
Editor : Zaki Zubaidi Reporter : Zain Ahmad
Selasa, 15 Mar 2022 14:38 WIB

Pelatihan Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial bagi Mantan Pelaku Tindak Pidana Terorisme. (Foto: Kemenkumham Jatim)
Surabaya - Pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) terorisme memerlukan sinergi dan kolaborasi berbagai pihak. Kanwil Kemenkumham Jatim selama ini menjadi motor penggerak pembinaan di Lapas/Rutan.
Untuk melengkapi proses pendampingan kepada WBP kasus teroris, instansi yang dipimpin Wisnu Nugroho Dewanto itu akan mengoptimalkan fungsi pembimbing kemasyarakatan (PK) dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi.
Hal itu diungkapkan Kadiv Pemasyarakatan Kemenkumham Jatim Teguh Wibowo dalam kegiatan Pelatihan Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial bagi Mantan Pelaku Tindak Pidana Terorisme, Selasa (15/3/2022).
Teguh menjelaskan, WBP teroris bila bersedia kembali menjadi bagian dari NKRI dan mengikuti program deradikalisasi, maka WBP tersebut berhak mengajukan usul program reintegrasi. Baik itu program asimilasi maupun program pembebasan bersyarat. Sesuai dengan syarat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Sehingga otomatis klien pemasyarakatan akan menjadi bagian dari Balai Pemasyarakatan (Bapas)," kata Teguh dalam siaran pers.
Menurutnya, PK-lah yang akan melakukan pembimbingan dan pengawasan dalam menjalankan program reintegrasi di masyarakat. Karena selama ini, tidak mudah bagi seorang klien yang berlatarbelakang mantan WBP terorisme untuk bisa kembali ke tempat tinggal sebelumnya.
"Peran PK dalam membimbing dan mengawasi menjadi sangat penting," jelas Teguh.
Untuk itu, ia menegaskan perlu adanya perubahan manajemen. Yakni dengan pola kerja sama antar stakeholder yang berkesinambungan. Peran Bapas dituntut lebih kuat dalam menjalankan program reintegrasi bagi WBP kasus teroris.
Salah satu langkah untuk memperkuat peran Bapas adalah dengan dibentuknya kerjasama dan kolaborasi dengan United Nations on Drugs and Crime (UNODC). Kerja sama dan kolaborasi ini sangat penting mengingat banyaknya narapidana kasus terorisme di Indonesia.
Diharapkan dengan adanya pelaksanaan pelatihan-pelatihan antara Ditjen Pemasyarakatan dan UNODC, dapat lebih melakukan kajian-kajian terkait penanganan narapidana terorisme melalui pendekatan proses disengagement.
Teguh menambahkan, diperlukan alat ukur assesment yang jelas. Supaya penanganan yang diambil tepat sasaran dan mempunyai nilai manfaat bagi WBP.
"Baik selama di dalam Lapas, saat menjelang kembali ke masyarakat, maupun saat menjalani pengawasan kembali ke masyarakat," tandasnya.
Nantinya, hasil dari pembinaan terhadap WBP teroris adalah ketidakmampuan meneruskan nilai-nilai yang diyakini. Selain itu juga melemahkan partisipasi kelompok serta hilangnya dukungan komunitas.
"Hingga menurunnya tingkat risiko radikalisme dan residivisme serta napiter lebih siap dalam proses reintegrasi sosial," pungkas Teguh.
Total WBP teroris hingga Februari 2022 ada sebanyak 456 orang masih berada di Lapas di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, 41 orang di antaranya berada di Jatim.
Berita Terkait

Hindari Produk Palsu, DJKI dan Kumham Jatim Canangkan Program Sertifikasi
Kamis, 19 Mei 2022 14:55 WIB
Napiter Umar Patek dan Janji Setianya Terhadap NKRI
Selasa, 17 Mei 2022 20:46 WIB
Terdaftar di Kemenkumham, PKN Makin Optimistis Lolos Verifikasi Pemilu 2024
Selasa, 10 Mei 2022 16:52 WIBBerita Lainnya

Identitas Maling Motor yang Dihajar Warga di Jombang
Selasa, 24 Mei 2022 18:17 WIB
135 Kucing Ditelantarkan di Surabaya, Siapa Nih yang Mau Adopsi?
Selasa, 24 Mei 2022 17:48 WIB
Densus 88 Amankan Pemuda Diduga Simpatisan ISIS di Kota Malang
Selasa, 24 Mei 2022 17:26 WIB
Gapasdap Minta Pemberlakuan Tiket Online Ferizy di Merak-Bakauheni Dievaluasi
Selasa, 24 Mei 2022 16:58 WIB