Pixel Codejatimnow.com

Tekan Potensi Kejahatan Seksual, STAIS Bangkalan Sosialisasi Melalui Webinar

Editor : Arina Pramudita  Reporter : Ni'am Kurniawan
Webinar nasional STAIS Moch Syaichona Cholil Bangkalan. (Foto: dok STAIS Moch Syaichona Cholil Bangkalan)
Webinar nasional STAIS Moch Syaichona Cholil Bangkalan. (Foto: dok STAIS Moch Syaichona Cholil Bangkalan)

Bangkalan - STAIS Moch Syaichona Cholil Bangkalan gelar Webinar Nasional bertema Kekerasan Seksual Dalam Perspektif Hukum di Indonesia. Seminar dilangsungkan kampus pimpinan RKH Nasih Aschal tersebut, sebagai bentuk antisipasi kasus kejahatan seksual di tengah masyarakat.

Acara dipandu Riska, mahasiswi STAIS Bangkalan, dengan menghadirkan tiga narasumber, yaitu aktivis perempuan Dr Lia Istifhama, Sekretaris Prodi Hukum Pidana Islam Diah Ratri, dan Ketua LBH Jaman Jatim Nurul Hidayat.

“Ketika berbicara kekerasan seksual. Berdasarkan riset yang pernah saya lakukan, bahwa perempuan penyintas atau korban kekerasan seksual lebih cepat memiliki resiliensi atau bangkit dari trauma dari pada korban berjenis kelamin laki laki. Dari semua subjek yang saya teliti, agama menjadi sumber utama proses resiliensi. Di antaranya ayat suci Alquran, Al-Insyirah ayat 5 yang menyebutkan bahwa ‘Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan’,” terang Ning Lia, yang juga Sekretaris MUI Jatim, Rabu (9/3/2022).

Ning Lia menekankan pentingnya hukuman yang bisa memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual.

“Kita juga berbicara mengenai hukuman atau sanksi pidana bagi pelaku kejahatan seksual. Apakah hukum yang ada saat ini sudah memberikan efek jera? Penting dicermati beberapa perundang-undangan yang dapat dikenakan pada pelaku kejahatan tersebut, di antaranya KUHP tentang pencabulan dan pemerkosaan, UU no 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No 26 tahun 2000 tentang HAM,” urainya.

“Mencermati sanksi yang dikenakan pada pelaku kejahatan seksual, bahwa yang perlu kita cermati adalah dampak kerugian pada korban. Dalam hal ini, korban kejahatan seksual tidak hanya mengalami luka fisik, tapi juga psikis, yaitu traumatis yang berpotensi menghilangkan masa depan, atau setidaknya, merubah kehidupan pribadi korban. Bahkan, juga sebagai kerugian yang dialami keluarga, teman maupun orang orang di dekatnya,” bebernya.

Ning Lia pun menegaskan pentingnya metode abilisionistik, yaitu menekan potensi kejahatan dari sumbernya. Hal ini disebutnya dapat ditempuh melalui peran masyarakat untuk menanggulangi bahaya pornografi di era digitalisasi.

Baca juga:
Menjawab Tantangan Dunia Kerja, Himatepa FP Unitomo Surabaya Gelar Webinar Bahas Industri Pangan

Senada dengannya, Diah Ratri menekankan pentingnya efek jera bagi pelaku kejahatan seksual.

“Kejahatan seksual adalah kasus yang terjadi dalam setiap pekan, bahkan pelakunya bukan hanya masyarakat biasa, melainkan orang yang disegani oleh masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu, hukuman yang memberikan efek jera sangat penting, di antaranya wacana hukuman kebiri. Meskipun hingga saat ini masih terjadi polemik, yaitu dianggap bertentangan dengan kode etik kesehatan,” terangnya.

Dalam kesempatan yang sama, Nurul Hidayat menekankan kesulitan menjerat pelaku karena berbenturan dengan definisi dari pelecehan seksual.

“Untuk menjerat pelaku, maka kasus kejahatan tersebut harus sesuai dengan Pasal 11 ayat (2) huruf a, yaitu bahwa Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik atau non fisik kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan,” jelasnya.

Baca juga:
Peran Jabatan Fungsional Dibahas BPSDM Jatim Melalui Program ASN Belajar

Webinar yang bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional tersebut, dihadiri oleh jajaran pimpinan STAIS Bangkalan, di antaranya Ketua Lembaga Kerja Sama Dr KH Nasiri dan Humas Musawir Syafik (Kaprodi HPI).

Adapun aktivis mahasiswa yang hadir, Presiden Mahasiswa Yanto Yuliadi, Ketua Dewan Pimpinan Mahasiswa Imam Buchori, Gubernur Prodi HPI Alvini'am, dan Ketua Panitia Abdurrahman.

“Webinar ini bertujuan agar mahasiswa memiliki pemahaman detail mengenai kasus pelecehan seksual sehingga mereka memiliki bekal cukup untuk melakukan sosialisasi sebagai bentuk antisipasi kasus kejahatan seksual di tengah masyarakat,” ujar Nasiri mewakili pimpinan STAIS Bangkalan.