Pixel Codejatimnow.com

Larung Sesaji di Telaga Ngebel, Bupati Ipong: Tradisi Khas Ponorogo

Editor : Sandhi Nurhartanto  Reporter : Advertorial
Ritual Larung Sesaji dan Risalah Doa di Telaga Ngebel, Ponorogo
Ritual Larung Sesaji dan Risalah Doa di Telaga Ngebel, Ponorogo

jatimnow.com - Perhelatan Grebeg Suro 2019 di Kabupaten Ponorogo ditutup dengan Ritual Larung Sesaji dan Risalah Doa di Telaga Ngebel, Kecamatan Ngebel, Minggu (1/09/2019).

Sebanyak 5 tumpeng atau gunungan diarak mengelilingi Telaga Ngebel sepanjang kurang lebih empat kilometer.

Satu diantara 5 tumpeng itu berukuran besar atau tumpeng raksasa, sedangkan empat lainnya lebih kecil yang berisi hasil bumi.

Satu tumpeng berukuran besar merupakan Tumpeng Agung atau Gunungan Utama yang berisi beras merah. Tumpeng yang satu ini akan dilarung menggunakan perahu dan ditenggelamkan di tengah telaga yang berlokasi sekitar 25 kilometer dari pusat Kota Ponorogo.

Sedangkan empat tumpeng dan delapan tumpeng kecil lainnya yang disebut Buceng Purak diperebutkan oleh warga di lokasi. Warga percaya, tumpeng Buceng Purak yang berisi hasil bumi dapat mendatangkan berkah.

"Ya memang berkeliling dulu. Larung Sesaji itu semacam bersih desa," kata Ketua Umum Larung Sesaji, Suryadi, ditemui di lokasi.

Bupati Ponorogo, Ipong Muchlissoni datang bersama istrinya, Sri Wahyuni dan beberapa Forpimda (Forum Pimpinan Daerah), serta para Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Ipong menjelaskan larungan di kawasan ini menceritakan tentang asal muasal Telaga Ngebel.

"Satu Tumpeng Agung. Empat lagi Tumpeng Buceng Purak. Tumpeng Agung yang berisi beras merah kita larung. Dan satunya untuk perebutan," katanya.

Baca juga:
Kasus Penjarahan Bawang Merah pada Kirab Grebeg Tutup Suro di Ponorogo Berakhir Damai

Menurut Ipong, hal itu menjadi cerita asal muasal Telaga Ngebel dan Pemkab Ponorogo tetap mempertahankannya hingga saat ini.

"Agar supaya orang tahu. Orang menghargai legenda seperti ini," terangnya.

Ia juga menjelaskan, di Bali pariwisata bisa maju karena menghargai tradisi yang ada. Ia pun berkeinginan demikian, sehingga diharapkan pariwisata di Ponorogo terus maju dan berkembang.

"Ujung-ujungnya kan meningkatkan perekonomian. Seperti yang ada sekarang ini. Sebelas hari acara Grebeg Suro warung makan, toko suvenir dan hotel penuh," jelasnya.

Baca juga:
Kang Giri Minta Maaf Kejadian Penjarahan Bawang Merah di Kirab Budaya, Begini Katanya

Dia menceritakan, larungan Telaga Ngebel bukti perwujudan rasa syukur masyarakat Ponorogo atas rejeki yang telah diterima selama 1 tahun sekarang ini.

Dalam tradisi Jawa yang nama nya Ketuhanan Yang Maha Esa dilalui dengan cara sedekah hasil panen bumi baik pertanian maupun buah ada yang dimakan bersama-sama dan ada yang dilarungkan ke dalam telaga.

"Bagian dari tradisi ciptaan Allah SWT, dikemas dalam bentuk tradisi," pungkasnya.