Pixel Codejatimnow.com

Warga Ponorogo Terdoktrin Kiamat Pindah ke Kasembon Malang, Benarkah?

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Avirista Midaada
Polisi hingga MUI dan sejumlah tokoh agama serta pemerintahan di Malang dan Batu saat melakukan tabayyun soal isu doktrin kiamat di Polres Batu
Polisi hingga MUI dan sejumlah tokoh agama serta pemerintahan di Malang dan Batu saat melakukan tabayyun soal isu doktrin kiamat di Polres Batu

jatimnow.com - Isu kepindahan 52 warga Ponorogo ke Dusun Pulosari, Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang karena diduga terdoktrin kiamat dibantah oleh Camat Kasembon Hendra Trijahjono.

"Memang ada jamaah-jamaah di sana. Itu keterangan dari pondok pesantren. Tapi dalam rangka persiapan jelang kegiatan bulan Ramadan. Sehingga ada terjadi peningkatan jamaah biasa setiap tahun jelang bulan Ramadan," terang Hendra di Polres Batu, Rabu (13/3/2019).

Pihak kecamatan bersama kepolisian dan tokoh ulama di Kabupaten Malang juga telah melakukan kroscek ke salah satu ponpes di dusun itu mengenai aktivitas warga asal Ponorogo sebagaimana informasi yang beredar.

Baca juga: 

"Kita sudah mengklarifikasi langsung kepada Gus Muhammad Romli, pemimpin Pesantren Miftahul Falahil Mubtadiin di Dusun Pulosari, Desa Sukosari, Kasembon, Kabupaten Malang, kemarin. Pesantren itulah yang didatangi puluhan warga Ponorogo," terangnya.

Sementara itu, Kapolres Batu AKBP Budi Hermanto mengakui telah ada pertemuan dari jajaran kecamatan, kepolisian, tokoh ulama dan pengasuh ponpes yang disebut mengajarkan doktrin tentang kiamat dan aliran Musa As.

"Dari hasil tabayyun sudah dilakukan pada hari Selasa (12/3/2019) dari mulai pukul 15.00-17.30 Wib dengan hasil informasi yang didapati itu tidak benar. Bagaimana kita mengkonter isu itu dengan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk melakukan tabayyun," tambah Budi.

Menurutnya, dari hasil penelusuran kepolisian, para tokoh ulama setempat dan laporan pengurus ponpes, memang ada beberapa warga tak hanya dari Ponorogo tapi juga daerah lainnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

"Total ada 573 santri dari jumlah itu ada 177 KK (Kepala Keluarga) yang nyantri di sana. Dari KK itu yang tinggal di Ponpes ada 132 KK, sedang yang tinggal di luar ada 45 KK. Ini data dari pengurus Ponpes," beber Budi.

Baca juga:
Video: Warga Terdoktrin Kiamat Nyoblos Pemilu di Ponorogo

Sementara ada 396 santri yang tidak berkeluarga sedang mondok di ponpes yang terletak di Desa Sukosari tersebut. 277 santri tinggal di dalam Ponpes, sementara 119 santri tinggal di luar Ponpes.

"Santri ini berasal dari Kasembon 51 orang, Kediri 106 orang, Lampung 50 orang, Ponorogo 42 orang, Jember 63 orang, Boyolali 45 orang, Sukoharjo, Karanganyar Jawa Tengah, Tuban, Blitar, Ngawi, Tulungagung, Surabaya, Jombang, Mojokerto, Nganjuk, Magelang dan Ngasem (Kediri)," ungkapnya.

Di tempat yang sama, perwakilan Mejelis Ulama Indonesia (MUI), Ibnu Mukti atau Gus Mukti menyatakan bahwa Ponpes Miftahu Falahil Mubtadiin tidak pernah menyebarkan ajaran menyimpang.

"Itu salah sekali kalau ada yang mengaitkan pondok ini dengan ajaran yang sesat atau ajaran islam terlarang lainnya," terang Gus Mukti yang juga pengasuh Ponpes Mamba'ul Huda, Pait, Kecamatan Kasembon ini.

Baca juga:
Nyoblos Pemilu, Warga Ponorogo yang Terdoktrin Kiamat Pulang Kampung

Gus Mukti juga menegaskan bahwa Ponpes asuhan Gus Romli itu merupakan bagian dari Ponpes Nahdatul Ulama (NU).

"Gus Rom ini Ponpes NU, bukan Ponpes beraliran islam sejenis HTI atau aliran sesat dan terlarang lainnya. Beliau sudah terdaftar dan pernah menjabat sebagai khatib syuria NU MWC Kasembon," jelasnya.

Terkait kabar yang beredar bahwa Ponpes Miftahu Falahil Mubtadiin menyebarkan informasi bahwa kiamat dan huru-hara akan tiba setelah Ramadhan, termasuk kabar kalau ada paceklik selama 3 tahun mulai 2019-2021, itu merupakan kabar yang tak benar.

"Kalau penjelasan kiamat itu pasti datang. Tapi tidak tahu kapan kejadiannya, tapi banyak sudut banyak tentang itu," tutupnya.